Sejarah terjadinya konflik Israel-Palestina di Gaza dimulai sejak Juni tahun 2006. Aksi dari milisi Palestina mulai memuncak di Gaza ketika terjadi pengangkatan Hamas menjadi bagian pemerintahan pada tahun 2005 dan 2006. Konflik ini semakin meluas ketika pihak otoritas Palestina terpecah menjadi pemerintahan Fatah di barat, dan Hamas di Gaza. Unsur lain yang memperkeruh situasi adalah serangan roket Palestina ke Israel dan blokade Israel terhadap Gaza.
Konflik Israel-Palestina
Sebelum tertulisnya sejarah terjadinya konflik Israel-Palestina di Gaza pada tahun 2006, pada tahun 2004 terjadi konflik antara milisi Palestina dengan Israel Defense Force (IDF). Pada konflik ini, serangan roket Qassam pada Israel mendorong IDF untuk membalas dengan serangan udara dan darat. Operasi yang dijalankan IDF pada masa ini adalah Operation Rainbow (OR) dan Operation Days of Penitence (ODP).
Operasi pertama yang disebut OR merupakan operasi militer dari tanggal 18 - 23 Mei 2004 di Rafah untuk membersihkan infrastruktur teroris dan menemukan terowongan penyelundupan yang menyambungkan Gaza dan Mesir, juga untuk membunuh para milisi yang sebelumnya menewaskan 13 tentara Israel dalam serangan gerilya. Sementara itu, ODP merupakan operasi yang dilaksanakan di Gaza utara pada tanggal 30 September - 15 Oktober 2004, berfokus pada kamp pengungsi Beit Hanoun, Beit Lahia, dan Jabalia yang digunakan sebagai tempat peluncurun roket Qassam, dan sebagai respon akan tewasnya dua anak di Sderot. Pada ODP, menewaskan sekitar 104 hingga 133 orang Palestina dan 5 orang Israel.
Sejarah terjadinya konflik Israel-Palestina di Gaza berlanjut hingga pada tahun 2006 Israel melancarkan operasi militer bernama Operation Summer Rains di Gaza yang dimulai pada 28 Juni 2006, sebagai balasan akan penculikan Kopral Gilad Shalit oleh milisi Palestina. Operasi ini merupakan mobilisasi besar pertama menuju Gaza setelah diimplementasikannya perjanjian unilateral pelepasan Israel dari Gaza pada sekitar Agustus dan September pada tahun 2005.
Israel terus mempertahankan ribuan pasukannya di Gaza dalam rangka menekan jumlah pelepasan roket Qassam ke area dengan populasi sipil yang besar dan menjaga pelepasan Gilad Shalit. Selama September 2005 hingga Juni 2006, diperkiran ada 7000 hingga 9000 artileri Israel yang ditembakkan ke Gaza, menewaskan 80 orang Palestina selama 6 bulan. Di sisi Palestina sendiri, 1300 roket Qassam dilepaskan menuju Israel sejak September 2000 hingga 21 Desember 2006.
Israel berjanji akan mundur dari Gaza dan mengakhiri seluruh operasi mereka setelah Shalit dilepaskan, dan tentara Palestina berkata bahwa mereka akan melepaskan Shalit jika dan hanya jika beberapa tentara mereka yang ditahan di penjara dilepaskan oleh pihak Israel. Pihak Palestina juga menjelaskan bahwa serangan yang mereka lakukan selama ini bertujuan untuk menjatuhkan pemerintahan yang dipimpin Hamas juga untuk membuat otoritas nasional Palestina menjadi rusuh. Pada Juli 2006, mulai muncul laporan-laporan tentang luka misterius setelah serangan Israel. Sebelumnya, banyak terjadi luka yang tak terlihat tapi berhasil menghancurkan organ-organ dalam, hingga luka bakar yang cukup parah. Hal ini menimbulkan spekulasi adanya senjata baru yang sedang dalam tahap eksperimen, yaitu Dense Inert Metal Explosives (DIMEs).
Pada tahun 2007, cerita tentang sejarah terjadinya konflik Israel-Palestina di Gaza belum menunjukkan adanya tanda-tanda perdamaian karena sekitar pertengahan Mei di tahun tersebut, pihak Palestina menembakkan 220 roket Qassam ke Israel dalam tenggang waktu satu minggu, dan pasukan udara Israel membalas dengan menembakkan misil serta membombardir lokasi peluncuran roket. Pada masa ini, Hamas mengatakan bahwa mereka akan terus melawan serangan-serangan yang dilancarkan oleh pihak Israel. Pada bulan September, Israel menyatakan Gaza sebagai daerah berbahaya menyusul serangan roket Qassam, dan deklarasi ini membuat Israel mampu melarang transfer listrik, bensin, dan suplai lainnya menuju Gaza. Blokade ini secara resmi bertujuan untuk menekan Hamas agar mereka mau mengakhiri serangan roket dan menghabisi suplai yang mereka butuhkan umntuk serangan roket yang berkelanjutan. Keputusan ini dinilai sebagai collective punishment bagi warga Palestina.
Tahun 2008, bukannya berakhir, serangan roket Qassam ke arah Israel semakin menjadi-jadi dan memaksa Israel untuk menutup total perbatasan. Pada tanggal 23 Januari, mulai terjadi penerobosan perbatasan Gaza-Mesir yang dimulai setelah pasukan bersenjata di Gaza meledakkan sebuah bom di perbatasan Rafah, menghancurkan sebagian dari blokade Israel. Karena kejadian ini, PBB mengestimasi ada sekitar 1,5 juta warga Gaza yang melewati perbatasan menuju Mesir untuk mencari suplai dan makanan.
Pada tanggal 27 Februari 2008, militan Palestina menembakkan lebih dari 40 roket Qassam ke arah Israel selatan yang dibalas dengan tembakan tiga misil ke arah Palestinian Interior Ministry dan menghancurkan gedung tersebut. Esoknya, pesawat Israel melakukan bombardir terhadap sebuah kantor polisi di Gaza dan membunuh beberapa anak kecil. Pada 29 Februari, Israel mulai memobilisasi operasi darat dan udaranya. Serangan ini menghabisi 100 jiwa dari pihak Palestina selama kurang dari satu minggu, sementara pihak Palestina melemparkan 150 roket yang hanya menewaskan 3 orang Israel.
Tanggal 19 Juni 2008 menandakan bagian baru dalam sejarah terjadinya konflik Israel-Palestina di Gaza, yaitu dimualinya efek perjanjian gencatan senjata selama 6 bulan yang dibantu oleh Mesir. Yang harus dilakukan Hamas adalah menghentikan serangan ke Israel, yang dipenuhi setelah pada awal-awal minggu pertama mereka melemparkan 19 roket dan 18 mortar. Gencatan senjata ini kemudian dilanggar oleh Israel pada 4 November dengan serangan ke daerah Gaza. Setelah gencatan senjata berakhir pada 19 Desember, Hamas kembali meluncurkan 50 hingga 70 roket dan mortar selama tiga hari. Hingga saat ini, konflik ini belum dapat menemukan titik terang.